Disadur dari: http://batampos.co.id/metro/Metro/Atraksi_Balet_Cilik_hingga_Wushu_di_BJ_Academic_of_Dance_.html


Selasa, 21 April 2009

BATAM (BP) - BJ Academic of Dance merayakan hari ulang tahunnya yang keempat di sekolah Maitreyawira, Seipanas, Minggu (19/4). Acara dimeriahkan penampilan dari para penari balet cilik dan pemain wushu dari Jakarta.


Sebagai pembuka acara, seluruh siswi BJ Dance Sport Center membawakan lagu dengan iringan musik. Selanjutnya, Ballet Couple yang ditandai dengan penyerahan bunga kepada Miss June selaku pengelola sekolah akademi tersebut.


Masing-masing kelompok unjuk kebolehan. Seperti saat seluruh siswi BJ melakukan parade balet bertajuk Ballerina in Position. Ada juga penampilan wushu dari Phoenix Wushu Kids Jakarta. Dengan atraktif para bocah tersebut beraksi di atas panggung.
Bernard dari BJ Academic of Dance mengatakan, acara ini digelar untuk merayakan ulang tahun akademi yang keempat. Acara juga diisi dengan penyerahan sertifikat ujian kepada para siswi. ”Agustus nanti mereka ke Beijing ikut festival mewakili INLA (International Natural Loving Association),” katanya. (why)

  • Jun. 30th, 2008 at 3:43 PM
  • Disadur dari http://jktmike.livejournal.com/6225.html


“Memang kalau menurut ukuran Rusia semua penari balet terlalu kecil dan kurus, tapi wanita-wanita asli ini terasa cukup berat bagi para penari pria yang juga bertubuh kecil dalam pertunjukan balet tersebut". Tom Clancy, Red Rabbit
Benar, Tom! Mereka harus makan hamburger, HAMBURGER! Dan makan yang banyak! Lalu mereka akan terjatuh – karena menahan beban berat!
Image Hosted by ImageShack.us

Untungnya, para penonton di Indonesia nampaknya tidak setuju dengan penulis terkenal dari Amerika itu. Buktinya aksi para solois Teater Bolshoi di UPPERROOM beberapa waktu lalu disambut dengan tepuk tangan meriah J
Image Hosted by ImageShack.us

Highlights: Russian Ballet in Jakarta

“Kombinasi yang mengagumkan antara keanggunan dan kekuatan, - ujar Sekjen ASEAN , Surin Pitsuwan kepada penulis. - Dan sangat sesuai dengan harapan kami yang tinggi akan penampilan para solois dari Teater Bolshoi Rusia”.
Image Hosted by ImageShack.us

Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla:
Image Hosted by ImageShack.us

Paling kiri – menteri pertahanan Republik Indonesia, Juwono Sudarsono: “Luar biasa!”
Image Hosted by ImageShack.us

Walaupun menteri lingkungan hidup Republik Indonesia (dan mantan dubes RI untuk Federasi Rusia) Rahmat Witular bersama istri, Ibu Erna, belum terbiasa dengan penampilan Teater Bolshoi, mereka tetap merasa senang dengan pertunjukkan tersebut:
Image Hosted by ImageShack.us

Para penari Balet Rusia menampilkan "Swan Lake" yang merupakan pertunjukkan balet klasik terbaik di dunia kepada penonton Indonesia. selain itu dipertunjukkan juga "Nutcracker" Tchaikovsky, " Carmen's Suite " Bizet, "Don Quixote" Minkusa, dan juga yang lainnya.
Pertunjukkan balet tersebut dimainkan oleh para solois Teater Balshoi, aktor dan aktris nasional Federasi Rusia Sergey Fillin, Tatiana Chernobrovkina, Galina Stepanenko, Marianna Ryzhkina dan Natalia Ledovskaya. Serta juga Denis Medvedev dan Yan Godovsky.
Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Image Hosted by ImageShack.us

Dan sebagai penutup – berkat usaha koresponden kami Katya – Anda dapat melihat saya yang sedang bekerja, ini merupakan kesempatan yang jarang. Dan saya akan selalu menggangu Anda dalam video yang dibuat oleh Katya ini dengan bayangan diri saya :-)














Diambil dari:
http://www.goethe.de/Ins/id/jak/acv/tut/2009/id4142894v.htm


Pentas Tari: Solos
Oleh Susanne Linke, Urs Dietrich, Mareike Franz

Pentas Tari
Sabtu, 14 Maret 2009, 20:00 WIB
Gedung Kesenian Jakarta
Jl. Gedung Kesenian 1
Jakarta Pusat
+62 213808283 / +62 2123550208
noviami@jakarta.goethe.org
Dalam karya-karya tarinya, Susanne Linke menyatukan warisan tari bebas (Ausdrucktanz) dari masa sebelum PD II juga Tanztheater Jerman. Pendidikan dalam bidang tari didapatnya dari Mary Wigman di Berlin, kemudian dia studi di Folkwang Hochschule di Essen. Di situ dia mulai membuat karya koreografinya sendiri. Dalam beberapa tahun dia sudah mendapatkan perhatian internasional untuk karya-karya solo maupun kelompok yang dipentaskannya dalam berbagai perjalanan tur ke Eropa, India, Amerika bagian selatan dan utara. Sejak itu banyak compagnie internasional yang secara teratur mengundangnya sebagai koreografer tamu. Goethe-Institut telah mendukung karir internasionalnya ini sejak awal. Banyak penghargaan telah didapat Susanne Linke untuk karya-karya koreografinya. 2007 dia dianugerahi penghargaan Deutscher Tanzpreis (Penghargaan Tari Jerman).

Hampir sepuluh tahun, sampai 1985, Susanne Linke memimpin Folkwang Tanz Studio. Compagnienya sendiri didirikannya pada awal 90-an. Tanztheater am Bremer Theater pernah dipimpinnya dan dia adalah salah seorang anggota pendiri Choreografisches Zentrum (Pusat Koreografi) di Essen. Sejak 2001 dia kembali menjadi koreografer lepas dan lebih berkonsentrasi pada berbagai perjalanan tur solo yang tidak mengikat.

Pada Art Summit Indonesia tahun 1998 Susanne Linke pernah datang bersama Tanztheater Bremen dan mementaskan karya berjudul „Frauenballet“ (Balet Perempuan).

Sekarang, „grand dame“ tari kontemporer Jerman ini kembali ke Indonesia dengan 4 karya solonya:

1. Im Bade wannen

Solo-, 15 Minuten
Premier: 1980 / Folkwang Tanz Studio Essen
Koreografi, penari, panggung, kostum: Susanne Linke
Musik: Eric Satie , En habit de cheval / Gymnopedie I & III, Version für Orchester von Claude Debussy
Seorang perempuan, sebuah bath tub, selembar handuk, musik dari Satie. „Im Bade wannen“ adalah sebuah perjumpaan dengan sebuah obyek yang menimbulkan rasa ingin tahu dan rasa takut yang sama besarnya. Susanne Linke membuat bath tub berputar dan melayang, handuk disampirkannya dengan lembut. Dia menghilang dan kembali sebagai impian.

2. Wandlung

Solo, 10 Minuten
Premier: 1978 / Theater Heidelberg
Koreografi, panggung, kostum: Susanne Linke
Penari: Mareike Franz
Musik: Franz Schubert. Der Tod und das Mädchen, in einer historischen Aufnahme des Busch Quartetts / The death and the maiden, in a historic recording by the Busch Quartet
Didedikasikan kepada Mary Wigman. Kematian bukanlah akhir kehidupan melainkan jalan penuh harapan ke kehidupan yang lain.

3. Flut

Solo, 18 Minuten
Premier: 1981 / Theater Rheydt, Mönchengladbach
Koreografi, panggung, kostum: Susanne Linke
Penari: Urs Dietrich
Musik: Gabriel Fauré: Elegie, einstudiert durch Pablo Casals Pablo Casals
“Flut” menggambarkan ketiadaan jalan keluar dari sebuah situasi yang menekan.

4. Kaikou-Yin

Solo, 11 Minuten VA: 2008 / Teatro Romano di Fiesole (I)
Choreographie, Tanz, Kostüme, Licht: Susanne Linke
Musik: Gustav Mahler, 5. Symphonie – Adagietto
Kaikou-Yin berasal dari bahasa Jepang dan berarti „transmigrasi jiwa“. Karya ini menggambarkan elemen-elemen animalis dalam diri manusia dan sisi manusiawi dari binatang.

Produksi: Susanne Linke, Versiliadanza 2008

Diambil dari:

http://s1bisnis.pmbs.ac.id/index.php?module=ContentExpress&func=print&ceid=54



Bagi Elisa, menari bukan sekedar hobi melainkan ekspresi diri yang sebenarnya. Penari profesional yang tergabung di sanggar balet Sumber Cipta dan Kreativitat Dance Indonesia ini acap kali tampil dalam berbagai pementasan tari bergengsi seperti Burung Gelatik (sebagai pemeran utama) dan Festival Schouburg di Gedung Kesenian Jakarta.

Apa tidak menganggu pelajaran? Banyak orang bertanya-tanya. �Menari seperti obat senang, jika tidak menari saya malah jadi dodol�, tutur alumnus SMA Santa Ursula BSD jurusan IPA ini sambil tersenyum. Buktinya, Elisa juga merupakan salah seorang penerima beasiswa achievement di S1 Bisnis Prasetiya Mulya angkatan 2007.

Lantas apa hubungannya antara bisnis dan seni tari ?�Dari menari saya belajar untuk tidak complaint dalam menghadapi setiap permasalahan organisasi�, ujar Elisa. Sebaliknya, ilmu bisnis yang dipelajarinya di kampus sangat berguna untuk diterapkan dalam manajemen dunia tari yang digelutinya.

Pada kesempatan kali ini, Elisa menceritakan perjalanannya menemukan kecintaan pada dunia seni tari, serta semangat kewirausahaannya dalam meningkatkan apresiasi terhadap dunia yang masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang Indonesia ini.


Sudah menari balet dari umur berapa ?

Saya pertama kali balet dari umur empat tahun sampai sekarang. Awalnya saya berpikir bahwa balet cuma sampingan saja, namun setelah bersekolah di Prasetiya Mulya, saya baru menyadari kalau saya mau hidup dari menari. Pekerjaan saya nantinya harus berhubungan dengan balet.

Saya belajar balet di Sekolah Balet Sumber Cipta yang didirikan Farida Oetoyo. Waktu saya kecil nama Sumber Cipta sangat berjaya, namun semenjak krisis moneter semakin turun. Kedepannya, dengan ilmu bisnis yang saya pelajari saya ingin bisa mengembalikan nama baik sekolah balet saya lagi.


Kenapa memilih tari balet dari sekian banyak genre tarian?

Waktu kecil saat pertama kali melihat tari balet, I thought it was really beautiful. Kalau sekarang, balet yang mengenalkan saya pada dunia tari. Balet juga yang pertama membuat saya jatuh cinta pada dunia ini.


Kenapa memilih untuk belajar bisnis ?

Pertamanya, saya memilih untuk belajar bisnis karena saran dari ayah saya. Menurut beliau, di Indonesia kita wajib mengetahui seluk beluk berbisnis untuk hidup. Selain itu, dibanding sekolah lain pengajaran bisnis di PMBS berbeda.

Sekarang saya sendiri sudah punya gambaran. Di Indonesia dunia tari sangat kurang dihargai.Tidak seperti di Eropa dimana profesi penari itu sangat bergengsi. Di sini, mau sehebat apapun penari tersebut gajinya tidak seberapa dan hidupnya akan susah. Kalau memang ingin punya nama, harus sekolah tari di luar dulu baru balik kesini. Tujuan saya adalah bagaimana dengan ilmu yang saya dapat di PMBS saya bisa manage industri tari ini, mungkin jadi promotor dengan cara membawa tarian-tarian yang bagus seperti Java Musikindo di dunia musik.

Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa lain, saya akan menggunakan ilmu bisnis dan manajemen untuk mengembangkan dunia seni tari. Susah juga mencari orang yang satu visi.


Orang tua mensupport cita-cita ini ?

Orang tua saya lebih menyerahkan kepada saya, asal saya senang dengan apa yang saya kerjakan. Saya sendiri lebih banyak berkonsultasi dengan teman-teman dan guru balet saya.


Bagaimana kamu merealisasikan cita-cita ini?

Tantangan terbesar yang harus saya hadapi adalah bagaimana merubah mindset begitu banyak orang tentang seni tari. Nah, untuk itu saya harus memulai dari hal-hal kecil di lingkungan saya terlebih dahulu. Misalnya kalau sekolah atau kampus mengadakan lomba, kan biasanya menggabungkan olahraga dengan dance. Saya berpikir bagaimana caranya membuat lomba menari sendiri bisa stand out. Di luar negeri banyak sekali event-event kompetisi dance, seperti America�s Best Dance Crew. Ini membuktikan sebenarnya event dance bisa berdiri sendiri tanpa dibarengi yang lain.

Di Indonesia kembali lagi ke mindset dan orientasi bahwa orang tidak bisa hidup dari menari. Banyak penari hebat di Indonesia akhirnya hidup di Eropa. Begitu mereka kembali ke Indonesia, tidak dipandang seperti disana.


Apa sejak kecil memang sudah suka menari?

Kalau dulu sih saya banyak sekali ngelesnya, dari piano, balet sampai Kumon. Tapi begitu saya di SMA, saya berhenti piano karena sudah memasuki masa jenuh. Tidak bisa terus-terusan latihan biarpun di piano ranking saya bagus. Mungkin memang passion saya tidak disitu. Saya jauh lebih suka menari.

Namanya bosan pastinya pernah. Apalagi waktu kecil, rasanya malas sekali latihan. Tapi malah kalau tidak ada latihan saya jadi kesepian. Sering sekali begitu, sehingga saya jadi sadar kalau saya butuh menari.


Susah tidak mengatur waktu untuk kuliah dan menari?

Pertama-tama, it�s like hell karena saya seperti menjalani dua sekolah sekaligus. Waktu semester pertama saya masih beradaptasi dengan cara kerja berkelompok di PMBS, selain itu saya aktif berorganisasi dan mempersiapkan pentas tari. Saat belum bisa beradaptasi, beberapa kali saya dikeluarkan dari tarian karena tidak bisa ikut latihan, padahal sudah setengah jalan. Sakit hati memang, tapi semakin banyak sakit hatinya saya semakin menyadari bahwa saya tidak bisa lepas dari balet. Saya juga sempat cuti lama dari menari, namun jadinya malah lebih stress dibanding waktu saya menjalani semuanya sambil menari.

Kalau sekarang saya sadar bahwa kuncinya adalah pembagian tugas yang efisien dalam kelompok. Kalau kelompok sudah beres, jadi lebih mudah manage keduanya.Selain itu yang penting juga teknik belajar. Jika saya tidak bisa perform di quiz atau tugas, saya akan maksimalkan di Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Kan saya bisa ijin tidak ikut latihan menjelang masa ujian tersebut.


Selama ini pernah harus mengorbankan salah satunya?

Di semester pertama saya lebih prioritaskan ke akademis karena citra kita akan dibentuk dari situ. Kalau semester dua saya berusaha untuk memperjuangkan kedua-duanya. Bergantian, jika menjelang pentas dan butuh latihan saya akan prioritaskan menari diatas kegiatan akademis dan sebaliknya. Untungnya biasanya kapan saya harus serius dalam menari atau akademis waktunya berbeda. Saya belum pernah terpaksa mengorbankan salah satunya.

Caranya bukan mengorbankan tapi menyesuaikan ekspektasi. Misalnya saat saya harus konsen latihan menari, tugas kuliah tidak akan sepenuhnya saya tinggalkan tapi saya kurangi intensitasnya, misalnya tidak usah sebagus atau se-perfect yang saya mau, dan saya akan lebih fokus ke ujian karena nilai paling besar disitu.


Hal-hal apa saja yang anda pelajari dari menari?

Saya merasa jadi lebih tough dan tidak manja karena latihan-latihan yang harus saya jalani dibandingkan orang lain. Saya punya stamina yang bagus dan tidak cepat capai walaupun banyak beraktifitas. Saya juga belajar untuk menentukan prioritas. Sering sekali saya harus membatalkan janji dengan teman karena menari. Teman saya sampai bilang koq kayaknya menari mengambil kehidupan sosial saya. Tapi saya senang menjalaninya, jadinya terserah apakah saya mau mengikuti kata hati atau pendapat orang lain. Saya jadi lebih tegas dalam berpendapat.

Selain itu saya belajar kompak dan sehati dengan teman sesama penari, saling mengajari jika ada yang lupa gerakan. Belajar dimarahi, ditekan dari atas dan diminta menarikan suatu gerakan yang menurut saya tidak mungkin, tapi mau tidak mau memang harus begitu, kita harus terima koreografernya minta apa. Saya jadi belajar bekerja dibawah orang dan mengerti keinginan orang diatas saya.

Keuntungannya lagi, saya punya keluarga kedua. Persaudaraan di balet sangat kuat. Di saat saya down, saya akan lari ke senior dan teman-teman saya yang akan selalu menerima dan membela saya. Guru balet saya sudah seperti ibu kedua. Dari cara saya menari saja dia tau karakter saya seperti apa, karena dia sudah membimbing saya dari kecil.


Apa saja business opportunity yang ada di dunia tari ?

Saya ingin membuat event anak muda besar-besaran dengan mengundang penari-penari besar supaya masyarakat Indonesia lebih aware akan tarian. Selama ini permasalahan di dunia seni Indonesia itu kekurangan dana. Kan saya belajar manajemen, jadi bisa punya banyak koneksi dan calon investor. Tempat bagus untuk pementasan sebenarnya sudah banyak, tapi sedikit orang yang peduli untuk mengangkat tari itu.

Di Indonesia juga belum ada sekolah tari yang sungguh-sungguh. Pokoknya sekolah menari ini harus direalisasikan supaya citra penari di Indonesia terangkat, bisa jadi profesi yang wah. Kalau taraf dan citra seni tari di mata orang-orang meningkat, kan dihargainya akan menjadi lebih mahal. Penari-penari pun akhirnya bisa hidup dari situ.


Menurut kamu, seberapa pentingnya punya passion dalam hidup? Bagaimana menemukan dan mempertahankan passion ini?

Penting sekali orang punya passion dalam bidang apapun karena itulah yang menentukan arah hidup kita mau dibawa kemana. Kalau bagi saya sendiri, saya punya passion di tari dan di bidang akademis.Merupakan tantangan bagi saya untuk bisa bagus dikeduanya. Moga-moga bisa tercapai ya, Amin.

Untuk mempertahankan passion kalau saya pribadi caranya adalah tetap menjalankan rutinitas dan memaksakan diri, misalnya saya harus tetap datang latihan biarpun semalas apapun. Biasanya habis pulang latihan saya jadi semangat kembali, seperti makan obat yang membuat bahagia. Bahkan habis menari otak saya rasanya lebih jalan, kalau tidak menari malah jadi dodol rasanya.

Intinya, passion datang dengan sendirinya. Saya berulang kali mengujicoba datang latihan menari dan tidak datang. Lama kelamaan, bisa disimpulkan sendiri hasilnya bagisaya. Dan akhirnya saya tahu kalau saya punya passion dalam bidang tersebut. Saya lihat adik-adik kelas saya juga menari karena menjalani rutinitas saja. Namun lama kelamaan mereka jadi attached ke rutinitas ini, dan akhirnya menumbuhkan kecintaan mereka.


Rencana ke depan ?

Saya akan tetap menjalani rutinitas saya sekarang. Untuk di kampus, saya ingin membenahi SAC (Student Activity Club / ekstrakurikuler) dance serta membuat sebuah acara yang berhubungan dengan menari.

The Author : Pefita Agustin

Diambil dari:
http://bataviase.wordpress.com/2007/04/25/sekolah-balet-sumber-cipta/


balet4.jpg

Sekolah ini tak lepas dari kiprah Farida Oetoyo dan almarhumah Yulianti Parani. Kedua sahabat ini mendirikan sekolah balet Nritya Sundara pada 1958. Mereka menyewa ruangan di Metropole atau sekarang dikenal gedung bioskop Megaria di kawasan Cikini. Ini selepas Farida pulang dari Belanda setelah menjalani penari profesional di Ballet der Lage Landen, Amsterdam. Ia juga sempat mengajar di sekolah balet pimpinan Wim Romers di Jakarta.

Pada 1977 barulah Sumber Cipta berdiri. Lokasinya pindah ke Jalan Cempaka no. 8 di Tomang Raya, Jakarta Barat pada 1980, terdiri dari dua ruangan 5×8 meter persegi. Pada 27 Agustus 1995, pindah ke Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Tempat inilah yang menjadi lokasi tetap Sumber Cipta sampai sekarang.

Studio latihan berlantai tiga itu persis berseberangan dengan kantor pajak di bilangan Ciputat Raya. Ia dilengkapi prasarana latihan yang memadai. Tiga lantai menari, satu ruangan administrasi, halaman parkir yang luas, dan dikelilingi pepohonan, sejuk dan teduh.

Seperti diakui Farida Oetoyo dalam pengantar pentas Alice in Wonderland, September 2005, Sumber Cipta harus kehilangan sebagian penarinya lantaran berpindahnya lokasi ini. Tempat latihan baru ini terlalu jauh untuk para murid yang menetap di seputaran Tomang.

Pentas tersebut menandai sepuluh tahun kepindahannya dan menjadi persembahan generasi baru Sumber Cipta. Pentas paling anyar terjadi Februari 2007 kemarin di Gedung Kesenian Jakarta. Pentas ini bertajuk Different Dimensions Six Variations on an Introdans Theme. Ini hasil kerjasama tim Introdans Educatie, salah satu sekolah balet terbaik di Belanda. Proyek lokakarya ini dibiayai sepenuhnya oleh Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

Introdans Belanda mengirimkan tiga pelatihnya, awal Februari saat banjir melanda ibukota. Mereka melatih murid pilihan dari usia 8 tahun sampai remaja dan dua minggu kemudian hasilnya bisa dinikmati di atas panggung. Kedatangan mereka juga membawa banyak manfaat untuk Sumber Cipta. Mereka bisa belajar sesuatu dari ketiga pengajar itu. ”Bisa set-up satu pementasan dalam 2 minggu, di mana 75 orang ikut, ini cepat sekali,” kata Farida.

Sumber Cipta akan mementaskan rangkaian tarian balet untuk anak usia 4 tahun sampai remaja berjudul Ballet From Head to Toe. Rencananya tampil di Graha Bhakti Budaya di Taman Ismail Marzuki, 7 April mulai jam 4 sore. Ia merupakan pentas ulangan. Sengaja dihadirkan untuk anak-anak binaan terbaru Sumber Cipta. Seperti dikatakan Farida sendiri, ini ”buat latihan mereka menari di panggung. Buat percaya diri.

Dari hip-hop sampai balet jazz

JUMLAH murid sekolah balet pimpinan Farida Oetoyo sekira lebih dari 200-an. Selain membuka kelas balet, Sumber Cipta juga menerima kelas tari Jawa, Bali, dan hip-hop maupun jazz. Ia juga jadi tempat latihan senam untuk kalangan ibu-ibu saban
pagi.

Namun fokus kegiatan Sumber Cipta tetap pada balet. Ia pun memiliki sebuah kelompok penari profesional bernama Kreativitat Dance Company, terdiri tak lebih dari 10 penari yang umumnya lulusan terbaik sekaligus pengajar sekolah ini. Jumlah instrukturnya sekitar 12-15 orang, tetap maupun tidak tetap, tersebar ke masing-masing cabang sekolah ini di Puri Kencana, Bintaro, dan Bumi Serpong Indah.
Farida ikut sebagai instruktur juga. Ia membuka murid baru tiap hari. Ada formulir
pendaftaran dan jadwal tetap saban minggu.
Ia membuka kelas balet dari usia 4 tahun sampai kelas dewasa. Masing-masing terbagi
dalam Baby Class untuk umur 4-5 tahun; Pemula 1 & 2 (6-8 tahun); Tingkat 1-5 (8-15
tahun); dan Tingkat Lanjut 1-2 untuk usia dewasa.

Jam latihannya sekitar 50 menit sampai 70 menit, tergantung dari tingkatan
kelas. Ini juga berlaku untuk jam latihan, semakin malam semakin diisi untuk kelas dewasa. Kecuali Baby Class, yang menerima empat kali latihan dalam sebulan, semua kelas lainnya mendapatkan dua kali lipatnya. Para murid menerima ujian balet, uji pentas setiap tahun, lokakarya bersama pengajar tamu, selain ujian bersertifi kat ketika lulus. Untuk orangtua murid sendiri ada open class. Ini dipakai sebagai ajang tukar pendapat dan pertanyaan seluas-luasnya dengan para pengajar mengenai perkembangan anakanak mereka.

Anda butuh uang Rp 150 ribu untuk mendaftarkan anak Anda ke sekolah ini. Bagi yang membayar tiga bulan sekaligus akan mendapat potongan 50 persen uang
pendaftaran. Jika ini diulangi lagi tiga bulan berikutnya maka mendapat diskon 10 persen.
Hitung-hitungan biayanya di bawah ini:
Baby Class Rp 275.000 seminggu sekali; Pemula 1 dan 2 Rp 325.000 seminggu 2x; Tingkat 1 dan 2 Rp 350.000 seminggu 2x; Tingkat 3-5 Rp 375.000 seminggu 2x; Lanjut 1 dan 2 Rp 400.000 seminggu 2x [FAHRI]

Sekolah Balet Sumber Cipta
Jl. Ciputat Raya No. 1, Pondok Pinang
Jakarta 12310
T: 765-9467
F: 765-4602

Diambil dari:
http://bataviase.wordpress.com/2007/04/25/namarina/


Inilah sekolah balet yang terdaftar dalam The Royal Academy of Dancing, London. Namarina terdaftar sejak 1974. The Royal Academy of Dancing merupakan salah satu sekolah balet terbaik di dunia yang memiliki kurikulum berstandar internasional untuk pelatihan sistem pengajaran maupun guru balet. Karena ini pula penguji murid kelas balet Namarina selain juga dari penguji lokal didatangkan dari sana.

Namarina memiliki progam “summer school” untuk belajar seni tari modern.
Sekolah balet ini didirikan oleh almarhumah Nanny Lubis pada 1956. Selain balet, sekolah ini juga membuka kelas jazz dan senam. Maya Tamara Sianturi, putri almarhum, saat ini melanjutkan kepemimpinan Namarina sekaligus direktur artistik.
Biasanya, 2 kali dalam setahun para murid dari kelas balet maupun jazz mementaskan hasil belajarnya sebagai ujian pentas. Kelas jazz diuji oleh penguji lokal. Sedangkan untuk kelas senam, tidak ada ujian, hanya sebatas latihan rutin senam kebugaran.

Namarina memiliki lima kelas balet. Dari kelas ‘pre ballet’ untuk usia 3-5 tahun dan ‘pre primary’ untuk usia 5-12 tahun. Akan halnya Jazz memiliki tiga kelas.
Sedang senam punya lima kelas. Semua cabang Namarina, baik di kantor pusat maupun Kebayoran Baru, Grogol, Tebet, Pondok Gede, dan Bintaro, melayani kelas-kelas balet tersebut. Lama belajar balet di sini, untuk semua tingkatan, sekitar 8 bulan sampai setahun.

Jumlah murid Namarina secara keseluruhan sekitar 2000 orang. Di Namarina setiap kelas rata-rata dihuni 20 murid. Mereka latihan selama satu jam dengan jadwal yang sudah ditentukan. Jumlah instruktur dari keseluruhan kelas sekitar 40 orang.
Biaya pendaftaran Namarina: Rp 250.000. Sementara untuk iuran bulanannya besarannya beragam, mulai dari Rp 175.000 tapi juga tergantung kelas yang diambil. Namarina juga mengadakan pelatihan “Dance & Beyond” setiap 2 tahun sekali. Ini merupakan intensive performing arts programme untuk mengisi liburan sekolah. Ia biasanya diadakan pada bulan Juli mirip program summer school.

Namarina Youth Dance

Tepat pada usianya yang setengah abad, Namarina resmi meluncurkan dance company bernama “Namarina Youth Dance”. Peluncuran langsung dibuka dengan menggelar pertunjukan Point of No Return, di Gedung Kesenian Jakarta. Dipentaskan tiga kali, 30 Desember 2006 serta 20 dan 21Januari 2007 lalu.
Pentas tari itu juga menjadi ajang puncak dari rangkaian acara 50 tahun Namarina yang dimulai sejak akhir Maret 2006. Acara itu menampilkan dua koreografi tari. Venice Journey karya Dominique Genevois, mantan penari utama Paris Opera dan Maurice Bejart, menjadi pembuka.
Koreografi kedua: limapuluhtahun, karya koreografer Sussi Anddri, kepala bidang balet di Namarina. Tari ini diiringi komposisi musik dari kelompok Suarasama yang dimotori Irwansyah Harahap, dosen etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, Medan. Kelompok musik ini dikenal bergaya kontemporer namun memakai pendekatan worldmusic.

Sebagaimana tersampir pada namanya, Namarina Youth Dance diperuntukkan bagi para penari muda. Ia bersifat semi profesional. Namarina Youth Dance punya keinginan agar nanti sepenuhnya mampu mandiri. Kelompok tari ini menerima para penari punya keinginan menekuni dunia tari setotalnya. Kini jumlah penarinya 21 orang. Semua perempuan. Namarina Youth Dance membuka para donatur memberi bantuan fi nansial maupunkeahlian. [FAHRI]

Namarina Pusat
JL. Halimun No. 43
Guntur, Jakarta 12980
T: 829 4777, 829 4778
F: 829 8985
E: namarina@indosat.net.id
www.namarina.org

Dianbil dari:
http://bataviase.wordpress.com/2007/04/25/jakarta-kita-dan-balet/


balet1.jpg

Pertunjukan balet di Jakarta bukan lagi sebuah pertunjukan yang “angker” dan eksklusif. Ia telah populer. Dan bisa dinikmati siapapun. Itu karena adanya sekolah-sekolah balet yang dengan spartan–terus menerus dan rutin mempegelarkan karya-karya mereka. Dari sekolah-sekolah balet ini kader-kader baru pebalet terus mengalir.

Balet bagaimanapun telah mewarnai seni tari modern kita. Ia memperkaya seni tari kita. Meski balet adalah seratus persen dari barat tapi banyak koreografer kita yang berlatar balet kemudian mengeksplorasi khazanah sendiri. Tampil dengan tema-tema sendiri.

Di bawah ini adalah beberapa sekolah balet di Jakarta, yang tak henti-hentinya mengeksplorasi. Menciptakan karya-karya. Membina hubungan dengan kelompok-kelompok tari modern manca. Membuat pelatihan-pelatihan dan kelas-kelas yang teratur. Membuat Jakarta tak terasing dari idiom-idiom gerak klasik dan modern barat.