Diambil dari:

http://s1bisnis.pmbs.ac.id/index.php?module=ContentExpress&func=print&ceid=54



Bagi Elisa, menari bukan sekedar hobi melainkan ekspresi diri yang sebenarnya. Penari profesional yang tergabung di sanggar balet Sumber Cipta dan Kreativitat Dance Indonesia ini acap kali tampil dalam berbagai pementasan tari bergengsi seperti Burung Gelatik (sebagai pemeran utama) dan Festival Schouburg di Gedung Kesenian Jakarta.

Apa tidak menganggu pelajaran? Banyak orang bertanya-tanya. �Menari seperti obat senang, jika tidak menari saya malah jadi dodol�, tutur alumnus SMA Santa Ursula BSD jurusan IPA ini sambil tersenyum. Buktinya, Elisa juga merupakan salah seorang penerima beasiswa achievement di S1 Bisnis Prasetiya Mulya angkatan 2007.

Lantas apa hubungannya antara bisnis dan seni tari ?�Dari menari saya belajar untuk tidak complaint dalam menghadapi setiap permasalahan organisasi�, ujar Elisa. Sebaliknya, ilmu bisnis yang dipelajarinya di kampus sangat berguna untuk diterapkan dalam manajemen dunia tari yang digelutinya.

Pada kesempatan kali ini, Elisa menceritakan perjalanannya menemukan kecintaan pada dunia seni tari, serta semangat kewirausahaannya dalam meningkatkan apresiasi terhadap dunia yang masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang Indonesia ini.


Sudah menari balet dari umur berapa ?

Saya pertama kali balet dari umur empat tahun sampai sekarang. Awalnya saya berpikir bahwa balet cuma sampingan saja, namun setelah bersekolah di Prasetiya Mulya, saya baru menyadari kalau saya mau hidup dari menari. Pekerjaan saya nantinya harus berhubungan dengan balet.

Saya belajar balet di Sekolah Balet Sumber Cipta yang didirikan Farida Oetoyo. Waktu saya kecil nama Sumber Cipta sangat berjaya, namun semenjak krisis moneter semakin turun. Kedepannya, dengan ilmu bisnis yang saya pelajari saya ingin bisa mengembalikan nama baik sekolah balet saya lagi.


Kenapa memilih tari balet dari sekian banyak genre tarian?

Waktu kecil saat pertama kali melihat tari balet, I thought it was really beautiful. Kalau sekarang, balet yang mengenalkan saya pada dunia tari. Balet juga yang pertama membuat saya jatuh cinta pada dunia ini.


Kenapa memilih untuk belajar bisnis ?

Pertamanya, saya memilih untuk belajar bisnis karena saran dari ayah saya. Menurut beliau, di Indonesia kita wajib mengetahui seluk beluk berbisnis untuk hidup. Selain itu, dibanding sekolah lain pengajaran bisnis di PMBS berbeda.

Sekarang saya sendiri sudah punya gambaran. Di Indonesia dunia tari sangat kurang dihargai.Tidak seperti di Eropa dimana profesi penari itu sangat bergengsi. Di sini, mau sehebat apapun penari tersebut gajinya tidak seberapa dan hidupnya akan susah. Kalau memang ingin punya nama, harus sekolah tari di luar dulu baru balik kesini. Tujuan saya adalah bagaimana dengan ilmu yang saya dapat di PMBS saya bisa manage industri tari ini, mungkin jadi promotor dengan cara membawa tarian-tarian yang bagus seperti Java Musikindo di dunia musik.

Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa lain, saya akan menggunakan ilmu bisnis dan manajemen untuk mengembangkan dunia seni tari. Susah juga mencari orang yang satu visi.


Orang tua mensupport cita-cita ini ?

Orang tua saya lebih menyerahkan kepada saya, asal saya senang dengan apa yang saya kerjakan. Saya sendiri lebih banyak berkonsultasi dengan teman-teman dan guru balet saya.


Bagaimana kamu merealisasikan cita-cita ini?

Tantangan terbesar yang harus saya hadapi adalah bagaimana merubah mindset begitu banyak orang tentang seni tari. Nah, untuk itu saya harus memulai dari hal-hal kecil di lingkungan saya terlebih dahulu. Misalnya kalau sekolah atau kampus mengadakan lomba, kan biasanya menggabungkan olahraga dengan dance. Saya berpikir bagaimana caranya membuat lomba menari sendiri bisa stand out. Di luar negeri banyak sekali event-event kompetisi dance, seperti America�s Best Dance Crew. Ini membuktikan sebenarnya event dance bisa berdiri sendiri tanpa dibarengi yang lain.

Di Indonesia kembali lagi ke mindset dan orientasi bahwa orang tidak bisa hidup dari menari. Banyak penari hebat di Indonesia akhirnya hidup di Eropa. Begitu mereka kembali ke Indonesia, tidak dipandang seperti disana.


Apa sejak kecil memang sudah suka menari?

Kalau dulu sih saya banyak sekali ngelesnya, dari piano, balet sampai Kumon. Tapi begitu saya di SMA, saya berhenti piano karena sudah memasuki masa jenuh. Tidak bisa terus-terusan latihan biarpun di piano ranking saya bagus. Mungkin memang passion saya tidak disitu. Saya jauh lebih suka menari.

Namanya bosan pastinya pernah. Apalagi waktu kecil, rasanya malas sekali latihan. Tapi malah kalau tidak ada latihan saya jadi kesepian. Sering sekali begitu, sehingga saya jadi sadar kalau saya butuh menari.


Susah tidak mengatur waktu untuk kuliah dan menari?

Pertama-tama, it�s like hell karena saya seperti menjalani dua sekolah sekaligus. Waktu semester pertama saya masih beradaptasi dengan cara kerja berkelompok di PMBS, selain itu saya aktif berorganisasi dan mempersiapkan pentas tari. Saat belum bisa beradaptasi, beberapa kali saya dikeluarkan dari tarian karena tidak bisa ikut latihan, padahal sudah setengah jalan. Sakit hati memang, tapi semakin banyak sakit hatinya saya semakin menyadari bahwa saya tidak bisa lepas dari balet. Saya juga sempat cuti lama dari menari, namun jadinya malah lebih stress dibanding waktu saya menjalani semuanya sambil menari.

Kalau sekarang saya sadar bahwa kuncinya adalah pembagian tugas yang efisien dalam kelompok. Kalau kelompok sudah beres, jadi lebih mudah manage keduanya.Selain itu yang penting juga teknik belajar. Jika saya tidak bisa perform di quiz atau tugas, saya akan maksimalkan di Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Kan saya bisa ijin tidak ikut latihan menjelang masa ujian tersebut.


Selama ini pernah harus mengorbankan salah satunya?

Di semester pertama saya lebih prioritaskan ke akademis karena citra kita akan dibentuk dari situ. Kalau semester dua saya berusaha untuk memperjuangkan kedua-duanya. Bergantian, jika menjelang pentas dan butuh latihan saya akan prioritaskan menari diatas kegiatan akademis dan sebaliknya. Untungnya biasanya kapan saya harus serius dalam menari atau akademis waktunya berbeda. Saya belum pernah terpaksa mengorbankan salah satunya.

Caranya bukan mengorbankan tapi menyesuaikan ekspektasi. Misalnya saat saya harus konsen latihan menari, tugas kuliah tidak akan sepenuhnya saya tinggalkan tapi saya kurangi intensitasnya, misalnya tidak usah sebagus atau se-perfect yang saya mau, dan saya akan lebih fokus ke ujian karena nilai paling besar disitu.


Hal-hal apa saja yang anda pelajari dari menari?

Saya merasa jadi lebih tough dan tidak manja karena latihan-latihan yang harus saya jalani dibandingkan orang lain. Saya punya stamina yang bagus dan tidak cepat capai walaupun banyak beraktifitas. Saya juga belajar untuk menentukan prioritas. Sering sekali saya harus membatalkan janji dengan teman karena menari. Teman saya sampai bilang koq kayaknya menari mengambil kehidupan sosial saya. Tapi saya senang menjalaninya, jadinya terserah apakah saya mau mengikuti kata hati atau pendapat orang lain. Saya jadi lebih tegas dalam berpendapat.

Selain itu saya belajar kompak dan sehati dengan teman sesama penari, saling mengajari jika ada yang lupa gerakan. Belajar dimarahi, ditekan dari atas dan diminta menarikan suatu gerakan yang menurut saya tidak mungkin, tapi mau tidak mau memang harus begitu, kita harus terima koreografernya minta apa. Saya jadi belajar bekerja dibawah orang dan mengerti keinginan orang diatas saya.

Keuntungannya lagi, saya punya keluarga kedua. Persaudaraan di balet sangat kuat. Di saat saya down, saya akan lari ke senior dan teman-teman saya yang akan selalu menerima dan membela saya. Guru balet saya sudah seperti ibu kedua. Dari cara saya menari saja dia tau karakter saya seperti apa, karena dia sudah membimbing saya dari kecil.


Apa saja business opportunity yang ada di dunia tari ?

Saya ingin membuat event anak muda besar-besaran dengan mengundang penari-penari besar supaya masyarakat Indonesia lebih aware akan tarian. Selama ini permasalahan di dunia seni Indonesia itu kekurangan dana. Kan saya belajar manajemen, jadi bisa punya banyak koneksi dan calon investor. Tempat bagus untuk pementasan sebenarnya sudah banyak, tapi sedikit orang yang peduli untuk mengangkat tari itu.

Di Indonesia juga belum ada sekolah tari yang sungguh-sungguh. Pokoknya sekolah menari ini harus direalisasikan supaya citra penari di Indonesia terangkat, bisa jadi profesi yang wah. Kalau taraf dan citra seni tari di mata orang-orang meningkat, kan dihargainya akan menjadi lebih mahal. Penari-penari pun akhirnya bisa hidup dari situ.


Menurut kamu, seberapa pentingnya punya passion dalam hidup? Bagaimana menemukan dan mempertahankan passion ini?

Penting sekali orang punya passion dalam bidang apapun karena itulah yang menentukan arah hidup kita mau dibawa kemana. Kalau bagi saya sendiri, saya punya passion di tari dan di bidang akademis.Merupakan tantangan bagi saya untuk bisa bagus dikeduanya. Moga-moga bisa tercapai ya, Amin.

Untuk mempertahankan passion kalau saya pribadi caranya adalah tetap menjalankan rutinitas dan memaksakan diri, misalnya saya harus tetap datang latihan biarpun semalas apapun. Biasanya habis pulang latihan saya jadi semangat kembali, seperti makan obat yang membuat bahagia. Bahkan habis menari otak saya rasanya lebih jalan, kalau tidak menari malah jadi dodol rasanya.

Intinya, passion datang dengan sendirinya. Saya berulang kali mengujicoba datang latihan menari dan tidak datang. Lama kelamaan, bisa disimpulkan sendiri hasilnya bagisaya. Dan akhirnya saya tahu kalau saya punya passion dalam bidang tersebut. Saya lihat adik-adik kelas saya juga menari karena menjalani rutinitas saja. Namun lama kelamaan mereka jadi attached ke rutinitas ini, dan akhirnya menumbuhkan kecintaan mereka.


Rencana ke depan ?

Saya akan tetap menjalani rutinitas saya sekarang. Untuk di kampus, saya ingin membenahi SAC (Student Activity Club / ekstrakurikuler) dance serta membuat sebuah acara yang berhubungan dengan menari.

The Author : Pefita Agustin

Comments (0)