Diambil dari: harian umum sore-SINAR HARAPAN


Sabtu, 29 Januari 2005
JAKARTA - Mungkin Clara tua (Raku Kojima) menjadi salah seorang yang berbahagia ketika mendapat hadiah tahun baru sebuah boneka balerina cantik dari teman lamanya, Drosselmeyer. Boneka tersebut disulap Drosselmeyer menjadi besar dan menghibur para tamu di pesta yang berlangsung di rumah Clara dengan tarian baletnya. Tak hanya itu, boneka tersebut juga membangunkan alam bawah sadar Clara yang tidak pernah melupakan masa mudanya sebagai seorang primabalerina.
Ketika tertidur dengan mendekap boneka tersebut, dalam mimpi Clara kembali ke masa lalunya. Menjadi seorang primabalerina merupakan impian Clara muda (Yanti Marduli) hingga ia terus berlatih untuk meraihnya. Perjuangan Clara tidak sia-sia. Ia berhasil menjadi primabalerina dan berpentas untuk pertama kalinya dengan dihadiri sang kekasih. Sayang, di pentas tersebut Clara terakhir bertemu dengan kekasihnya yang harus berperang. Kekasih Clara gugur dalam pertempuran.
Clara yang bersedih memutuskan berkeliling dunia untuk menghibur hatinya. Perjalanannya dimulai dengan mengunjungi Spanyol, Arab, dan Cina. Setelah kembali ke negaranya, Clara mengadakan pertunjukan terakhirnya sebagai seorang balerina. Mimpi pun berakhir, Clara tua tersadar setelah dibangunkan cucunya. Demikianlah cuplikan kisah pementasan balet ”Nutcracker, The Story of Clara”, yang Sabtu (29/1) malam ini, pukul 20.00, dan Minggu (30/1) pukul 17.00, digelar di Gedung Kesenian Jakarta.

Berbeda Versi
Kisah Clara dalam pentas tari yang diadakan oleh Marlupi Dance Academy (MDA) pimpinan Marlupi Sijangga tersebut berbeda dengan versi aslinya, The Nutracker, yang tersebar di seluruh dunia dalam bentuk dongeng. Dalam versi aslinya, Clara adalah seorang gadis kecil yang mendapatkan hadiah Natal berupa boneka nutcracker (pemecah kacang). Di malam Natal itu, Clara bermimpi bonekanya berubah menjadi seorang pangeran tampan yang mengajaknya ke sebuah negeri yang seluruh isinya terbuat dari cokelat dan permen.
Nutcracker, The Story of Clara dipentaskan pertama kali oleh Australian Ballet dengan koreografer Graime Murphy. Meskipun sedikit berbeda, keduanya memiliki unsur yang sama, yaitu hadiah boneka dan mimpi yang membangun kisah ini.
Kesamaan tak hanya terdapat pada kedua hal tersebut. Fifi Sijangga, Artistic Director dan Koreografer, menggunakan musik jazz yang digubah dari musik asli The Nutcracker (gubahan Tchaikovsky).

Musik-musik modern yang mengiringi tarian dari negara-negara yang dikunjungi Clara—Spanyol, Arab, Cina—juga digubah dari versi aslinya dengan sedikit memasukkan musik khas dari masing-masing negara. Meski dengan musik jazz, gerakan tari dalam pementasan ini menggunakan gerakan balet klasik versi Swan Lake.
Fifi juga menambahkan unsur tari modern dalam beberapa adegan. Saat adegan pesta tahun baru di rumah Clara, misalnya, terdapat tarian modern yang dipentaskan oleh anak-anak berusia lima atau enam tahun. Ketika Clara berkeliling dunia, Fifi juga memasukkan unsur tarian dari beberapa negara yang dikunjungi Clara. Tarian-tarian tersebut pula yang menjadi pembeda negara-negara yang dikunjunginya. Saat Clara tiba di Spanyol, terdapat unsur tanggo yang dibawakan seorang penari berpakaian khas Spanyol. Di Arab, penari perempuan memasukkan unsur tari perut dan diringi oleh empat penari laki-laki bertelanjang dada. Ketika Clara berada di Cina, tarian yang dipentaskan oleh 10 perempuan berpakaian khas Cina juga memasukkan gerakan tari khas Mandarin.
Selain didukung Yanti Marduli, penari muda yang berhasil lulus dengan predikat The Most Outstanding dari Christine Walsh, Melbourne, Australia, dan beberapa predikat bergengsi yang disandangnya, pentas ini juga didukung beberapa penari berpengalaman. Eddy Ongkowijoyo (sebagai kekasih Clara), misalnya, telah malang-melintang di dunia tari tingkat Asia. Eddy juga sukses sebagai koreografer beberapa kegiatan nasional seperti Pemilihan Abang None Jakarta, Cici-Koko, dan praeliminasi Akademi Fantasi Indosiar.
Fifi Sijangga yang memperdalam seni tarinya di Royal Academy of Dance, London, dan beberapa akademi tari di luar negeri, beberapa kali mendapat penghargaan di bidang balet dan jazz tingkat internasional. Keahlian jazznya yang didapat dari Master of Jazz, Frank Hatchett dan Joe Tremaine, juga terlihat dalam pentas MDA kali ini. Koreografer lainnya, Yuniki Salim, yang sempat mengenyam pendidikan tari di Jean M Wong School of Ballet, Hongkong, dan Royal Academy of Dance, juga sempat memperoleh penghargaan sebagai penari solo dari Peter Oxford Dance Championship, Australia, dan karyanya ”Dance with My Friend” meraih peringkat II dalam lomba Ballet IPPB. (SH-str/mila novita)


Copyright © Sinar Harapan 2003

Comments (0)